A. Makna Sila Persatuan Indonesia
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea II disebutkan bahwa “ perjuangan pergerakan
Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Berdasarkan
pernyataan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut maka pengertian “
Persatuan Indonesia “ dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan faktor
yang penting dan sangat menentukan keberhasilan perjuangan rakyat Indonesia.
Persatuan merupakan suatu syarat yang mutlak untuk terwujud suatu negara dan
bangsa dalam mencapai tujuan bersama. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
peranan persatuan Indonesia masih tetap memegang kunci pokok demi terwujudnya
tujuan bangsa dan negara Indonesia. Oleh kerena itu pengertian Persatuan
Indonesia sebagai hasil yaitu dalam wujud persatuan wilayah, bangsa, dan
susunan negara, namun juga bersifat dinamis yaitu harus senantiasa dipelihara,
dipupuk, dan dikembangkan.
Jadi makna “ Persatuan Indonesia “ adalah bahwa sifat dan keadaan negara
Indonesia harus sesuai dengan hakikat satu. Sifat dan keadaan negara Indonesia
yang sesuai dengan hakikat satu berarti mutlak tidak dapat dibagi, sehingga
bangsa dan negara Indonesia yang menempati suatu wilayah tertentu merupakan
suatu negara yang berdiri sendiri memiliki sifat dan keadaannya sendiri yang
terpisah dari negara lain di dunia ini. Sehingga negara Indonesia merupakan
suatu diri pribadi yang memiliki ciri khas, sifat dan karakter sendiri yang
berarti memiliki suatu kesatuan dan tidak terbagi-bagi. Makna “ Persatuan
Indonesia “dibentuk dalam proses sejarah yang cukup panjang sehingga seluruh
bangsa Indonesia memiliki suatu persamaan nasib, satu kesatuan kebudayaan,
kesatuan wilayah serta satu kesatuan asas kerokhanian Pancasila yang terwujud
dalam persatuan bangsa, wilayah, dan susunan negara.
B. Dasar Persatuan Indonesia dijadikan Sila ketiga Pancasila
Dasar pemikiran mengapa persatuan Indonesia dijadikan sila ketiga dari
Pancasila adalah karena pengalaman bangsa Indonesia pada masa penjajahan,
dimana bangsa Indonesia sulit untuk bisa mendapatkan kemerdekaan dari penjajah
Belanda yang sudah mulai berada di Indonesia sejak abad ke-16. Dengan
menjalankan politik adu domba, Belanda dapat melanggengkan kekuasaan di
Indonesia sampai 350 tahun lamanya. Upaya untuk melepaskan diri dari penjajahan
Belanda dengan membentuk organisasi yang bersifat nasional pun gagal karena
Belanda memanfaatkan suku-suku lokal untuk memadamkan pemberontakan. Oleh
karena itu muncul banyak pahlawan perintis kemerdekaan yang bersifat lokal
seperti : Cut Nyak Dien dari Aceh, Imam Bonjol darri Sumatra Barat, Pangeran
Antasari dari Kalimantan, Pangeran Diponegoro dari Jawa Tengah, dan masih
banyak lagi yang kesemuanya itu berjuang untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Inilah yang menjadi dasar mengapa Persatuan Indonesia dijadikan sila ketiga
dari Pancasila.
C. Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia
Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang
beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan
persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP.
No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat
dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.
Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri
atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang
bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun
keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia.
Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun
justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya
justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme)
terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir),
atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan
kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan
kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh
kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat
materialis. Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya
dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara
yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi
bangsa Indonesia prinsip-prinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun
justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang
bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang
paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung
dalam Pancasila.
3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar